Ini kisah tentang seorang anak kecil berusia 8 tahun yang gemar menjalankan puasa sunnah terutama puasa di hari kamis. Ia berpuasa di hari-hari tertentu yang utama untuk berpuasa. Ia belum mengerti benar maknanya, namun ia senang untuk menjalankannya. Senang dengan anjuran Nyai-nya untuk berpuasa. Senang ketika waktu maghrib ia dapat berbuka bersama teman dan seniornya. Bertukar makanan dan merasakan kedekatan dengan yang lain.
Pernah suatu ketika saat hari kamis, waktu itu ia kelas 2 SD, ia berpuasa dan bersekolah siang hari. Suhu udara cukup panas, sekitar 33 derajat Celcius.
Ketika ia diminta maju ke depan kelas, ia hampir-hampir tidak bisa berdiri. Ia merasa lemah. Dengan payah ia berjalan. Walaupun lemah, ini tidak mengurungkan niatnya untuk tetap berpuasa seharian penuh. Ia berpikir, ia hanya perlu lebih banyak duduk dari pada berdiri. Jam 3 siang, ia sudah lebih kuat untuk berdiri. Ia pulang sekolah jam 4 sore, dan hingga menjelang maghrib, ia belum batal puasa. Ia berhasil menjalankan puasa hari itu.
Ia tidak mau membatalkan puasa hanya karena ia benar-benar ingin berpuasa pada hari itu.
Kemudian anak tersebut beranjak dewasa, menjadi siswa SMP. Ia tetap gemar menjalankan puasa Kamis, dan bertambah menjadi senin-kamis. Ia cukup pandai dan mampu belajar banyak. Ia mampu menyelesaikan soal dengan cara-caranya sendiri.
Ia kian beranjak dewasa, ketika di bangku SMA, amalan puasa sunnahnya menurun, dan ketika menjadi mahasiswa, ia berusaha membiasakan kembali puasa sunnahnya.
Kehidupan mahasiswa tidaklah muda. Jauh dari rumah. Jauh dari buaian kasih sayang orang tua. Ia berpuasa di awal bulan, tengah dan kadang di akhir bulan. Kadang ia punya sesuatu untuk berbuka, namun banyak pula kesempatan ia berbuka puasa dengan sekedarnya saja.
Ini berbeda dengan puasa-puasanya dahulu. Dulu ia berpuasa dengan tenang karena tahu akan tiba masa berbuka.
'”Dengan berpuasa kita bisa merasakan rasa lapar yang dimiliki orang miskin “
Ya, ia telah mengetahui rasa lapar berpuasa sejak ia berusia 8 tahun, bahkan 7 tahun. Ia jelas tahu orang miskin yang jarang makan akan sering merasakan rasa lapar seperti itu.
Tetapi ini berbeda, ini tidak hanya tentang rasa lapar seharian, ini juga tentang kecemasan. Kecemasan apakah esok hari akan merasa lapar seperti ini ketika tidak mempunyai sesuatu untuk dimakan.
Tentu Allah SWT telah menebarkan berbagai kenikmatan untuk dikonsumsi manusia, namun terkadang, tangan-tangan di depan menahannya, dan tidak sampailah rejeki itu di tangan mereka. Mereka cemas apakah esok mereka akan mempunyai makanan, apakah anak-anak mereka makan 3X sehari dan tidak merasakan lapar seperti mereka. Mereka was-was apakah mereka akn mudah terjangkit penyakit karena daya tahan tubuh mereka menurun. Mereka khawatir dengan masa depan anak-cucu merka. Jika mereka tidak mampu menahan ini, naluri alamiah mereka akan memaksa mereka untuk keluar dari apa yang disebut ‘baik’.
Menurutnya puasa ini lebih berat dari puasa yang terdahulu karena saat ini ketika berpuasa, ia juga harus mampu mengontrol kecemasan yang terlintas tentang akankah ia dapat berbuka. Kemudian qalbunya berkata tentu saja, Allah sudah memberikan rejeki. Dan meyakinkan diri bahwa jika hanya air putih, maka itulah yang terbaik, (teringat ia ketika Rasulullah bertanya kepada Aisyah ra, “apakah makan kita hari ini wahai Aisyah?”/ “dengan cuka ya Rasulullah”/ dan Rasulullah berkata “Cuka adalah makanan yang terbaik”) dan jika esok hari harus disambung lagi dengan berpuasa, maka kembali meyakinkan diri bahwa ini datangnya dari Allah, dan segala yang datang dari Allah adalah yang terbaik, karena ketika kita mampu melewatinya, kita akan menjadi manusia yang lebih baik,yang lebih bijak dari yang sebelumnya. Maka dari banyak hal yang membisik dalam qalbu, ia memerlukan tekad yang lebih kuat untuk melanjutkan puasa.
Namun tidak semua orang mampu untuk bersikap seperti itu. Jadi para pemimpin, janganlah kau menuntut terlalu banyak pada mereka ketika kau tidak mampu memberikan keamanan dan kesejahteraan mereka.
“Urusi saja masalahmu, masalah moral, biar kami, urus sendiri!”
Ia berpesan kepada dirinya sendiri di masa depan, jikalau menjadi pemimpin jangan sampai melalaikan keamanan dan kesejahteraan rakyatnya.
Every struggle that comes, remembering us that we are weak, God is strong, and when we can pass/defeat it, we become better human and the wise ones, become closer to God.
what's wrong with falling down? You can always stand up again.